Terdakwa kasus dugaan korupsi pengadaan BTS 4G BAKTI Kominfo, Galumbang Menak Simanjuntak, dituntut pidana 15 tahun dan membayar denda Rp1 miliar subsider 1 tahun kurungan. Sebab, dinilai terbukti melanggar Pasal 2 ayat (1) jo. Pasal 18 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP dan Pasal 3 UU Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
"Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Galumbang Menak Simanjuntak dengan pidana penjara selama 15 tahun dikurangi sepenuhnya dengan lamanya terdakwa ditahan," kata jaksa penuntut umum (JPU) saat membacakan tuntutan di persidangan, Senin (30/10). "Menghukum terdakwa membayar denda sebesar Rp1 miliar subsider 1 tahun kurungan."
Ada beberapa hal yang memberatkan bekas Direktur Utama PT Mora Telematika Indonesia ini, seperti tak mendukung program pemerintahan yang bersih dari KKN dan perbuatannya merugikan keuangan negara hingga Rp8 triliun. Adapun hal yang meringankannya adalah belum pernah dihukum, bersikap sopan selama persidangan, dan tak menikmati hasil korupsinya.
Melawan balik
Galumbang pun keberatan dengan tuntutan tersebut bahkan menuding dakwaan yang didalilkan tidak tepat. Hal itu tertuang dalam nota keberatan atau eksepsi, yang dibacakan di Pengadilan Tipikor Jakarta, 12 Juli silam.
Penasihat hukum Galumbang, Maqdir Ismail, menyampaikan, sebagai proyek strategis nasional (PSN), realisasi pengadaan BTS dengan cara "memaksa" atau "mengancam" keberlangsungan bisnis pelaku industri telekomunikasi, termasuk PT Mora Telematika Indonesia. Kilahnya, tetap harus dikerjakan sekalipun telah diperingatkan mustahil dilaksanakan.
"Oleh karena itu, pasal-pasal yang didalilkan dalam surat dakwaan menjadi tidak tepat," ucapnnya. "Kejadian korupsi yang didakwakan lebih cocok menjadi tindakan 'pemerasan dan pengancaman' oleh pejabat atau setidak-tidaknya merupakan perbuatan penyuapan."
Maqdir melanjutkan, perkara ini mestinya ditangani dahulu secara perdata atau sesuai UU Perbendaharaan Negara dan/atau UU Keuangan Negara. "Sebab, belum ditempuh proses yang seharusnya dilalui untuk penyelesaian suatu kerugian negara."
Galumbang juga mempersoalkan dakwaan JPU lantaran ia tak menikmati uang korupsi. Itu pun diakui para penuntut umum.
"Pada fakta persidangan juga disampaikan bahwa sampai hari ini, saya tidak menerima apa yang dituduhkan. Hal ini juga diamini oleh JPU dalam tuntutannya, bahwa saya tidak menikmati hasil korupsi proyek BTS 4G," bebernya saat membacakan pledoi di pengadilan, Senin (6/11).
Ia juga membantah kesaksian dari pihak Lintasarta, baik Arya Damar dan Alfi Asman, tentang menerima bayaran sebesar 10% atau sekitar Rp240 miliar dalam rapat direksi. Pembelaannya, Direktur Corporate Service Lintasarta, Bramudija Hadinoto, tak mengetahui tentang commitment fee itu.
"Sehingga, bertentanganlah keterangan Saudara saksi Alfi Asman yang menyatakan commitment fee tersebut telah dibahas di rapat direksi," jelasnya.
Pembelaan lainnya, masih berdasarkan fakta persidangan, jumlah uang yang diserahkan sebanyak 4 kali menunjukkan adanya ketidakcocokkan dengan commitment fee 10% yang dituduhkan. Apalagi, menurut Alfi Asman, Arya Damar, saksi lain, terdakwa Irwan Hermawan, dan terdakwa Windy Purnama, PT Aplikanusa Lintasarta hanya mengeluarkan sekitar Rp60 miliar.
"Jadi, dapat dilihat dengan jelas tuduhan commitment fee 10% hanyalah karangan belaka, yang mungkin saja bertujuan untuk menutupi perbuatan yang mereka lakukan, yang pada akhirnya memberatkan saya di dalam perkara ini," terangnya.
Serangan balik koruptor
Dalam kesempatan terpisah, pakar hukum Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Purwokerto, Prof. Hibnu Nugroho, memandang, ada agenda tersembunyi dari para koruptor untuk melakukan serangan balik kepada aparat penegak hukum.
"Pastilah. Para koruptor dan gerombolannya 'gerah' dan menyerang aparat penegak hukum dari berbagai sisi," katanya dalam keterangannya.
Menurutnya, serangan tersebut, termasuk pembunuhan karakter Jaksa Agung, Sanitiar (ST) Burhanuddin, juga dengan memanfaatkan suatu organisasi melalui unjuk rasa. Masyarakat disarankan berpikir jernih dalam menyikapi serangan tersebut agar tidak terseret provokasi yang digaungkan.
Kendati begitu, Hibnu meyakini publik masih percaya pada kinerja Jaksa Agung dan jajarannya dalam mengusut kasus korupsi. Karenanya, "Korps Adhyaksa" didorong terus melaksanakan tugasnya secara transparan dan berkredibilitas.
"Terus mendorong penyelesaian perkara tipikor secara transparan dan kredibel. Dan berharap para koruptor untuk berhenti melakukan manuver yang merugikan upaya penegakan hukum yang sedang dilakukan," tandasnya.im